Jakarta — Badan Gizi Nasional (BGN) secara resmi memperketat Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai langkah preventif untuk menjamin keselamatan siswa dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah. Pengetatan SOP ini dilakukan menyusul insiden serius yang melibatkan kendaraan pengantar MBG yang menabrak 20 siswa dan seorang guru di SDN 01 Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik Sudaryati Deyang, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi MBG, khususnya yang berkaitan dengan keselamatan di area sekolah. Menurutnya, kejadian tersebut menjadi peringatan keras bahwa aspek keamanan harus ditempatkan sebagai prioritas utama dalam pelaksanaan program nasional tersebut.
“Pengetatan SOP ini bertujuan agar insiden serupa tidak kembali terulang. Keselamatan siswa adalah hal yang tidak bisa ditawar,” ujar Nanik.
Salah satu poin utama dalam pengetatan SOP adalah pembatasan area pengantaran makanan. BGN menegaskan bahwa kendaraan pengantar MBG tidak lagi diperbolehkan masuk ke halaman sekolah. Pengantaran makanan harus dilakukan di depan pagar sekolah untuk meminimalisir risiko interaksi antara kendaraan logistik dan aktivitas siswa.
“Usahakan tidak masuk membawa makanan ke halaman. Cukup diantar di depan pagar. Kenapa? Karena meskipun tidak ada upacara, anak-anak itu kan sering lari-lari di halaman,” jelas Nanik.
Kebijakan ini diterapkan dengan mempertimbangkan karakteristik lingkungan sekolah dasar, di mana siswa cenderung aktif dan sulit diprediksi pergerakannya. Dengan membatasi akses kendaraan ke area sekolah, BGN berharap potensi kecelakaan lalu lintas di lingkungan pendidikan dapat ditekan secara signifikan.
Selain pengaturan area pengantaran, BGN juga menaruh perhatian serius pada kualifikasi sopir kendaraan pengantar MBG. Tanggung jawab perekrutan sopir sepenuhnya berada di bawah Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG), mitra pelaksana, dan yayasan yang terlibat dalam program tersebut.
Nanik secara tegas meminta agar pengemudi kendaraan pengantar MBG adalah sopir profesional yang memiliki pengalaman dan kompetensi memadai. Ia menekankan bahwa sopir tidak boleh berasal dari tenaga cabutan, bukan pekerja dengan profesi lain, apalagi pengemudi yang masih dalam tahap belajar mengendarai kendaraan.
“Pengendara mobil pengantar harus benar-benar berprofesi sebagai sopir. Bukan sopir cabutan, bukan profesi lain, dan jelas bukan yang baru belajar menyetir,” tegasnya.
Adapun kriteria sopir yang diwajibkan oleh BGN meliputi beberapa aspek penting. Pertama, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang kompeten dan sesuai. Menurut Nanik, sopir tidak cukup hanya memiliki SIM A secara formal, tetapi juga harus benar-benar menguasai kendaraan yang dikemudikan, baik mobil transmisi manual maupun otomatis.
“Harus punya SIM yang kompeten, supaya dia menguasai pemakaian mobil matic ataupun manual. Dia harus berprofesi sebagai sopir,” ujarnya.
Kedua, sopir wajib memahami medan dan jalur distribusi MBG. Pengetahuan terhadap kondisi lalu lintas, lingkungan sekolah, serta rute pengantaran dinilai krusial untuk menghindari risiko kecelakaan. Ketiga, sopir harus memiliki integritas dan kondisi kesehatan yang baik, baik jasmani maupun rohani. Mereka tidak boleh memiliki rekam jejak keterlibatan dalam kasus narkoba dan harus dipastikan dalam kondisi fisik serta mental yang layak untuk bekerja.
Dalam aspek pengawasan, BGN juga menegaskan peran penting Kepala SPPG dalam mengatur dan mengawasi jam kerja distribusi MBG. Kepala SPPG diwajibkan hadir dan memastikan seluruh prosedur dijalankan sesuai SOP saat makanan diantar ke sekolah. Selain itu, pengaturan kehadiran tenaga pendukung seperti akuntan dan ahli gizi juga harus disesuaikan dengan jam operasional yang telah ditetapkan.
Nanik mengingatkan bahwa setiap proses perekrutan maupun penggantian sopir wajib diketahui dan disetujui oleh Kepala SPPG. Ia meminta mitra penyedia logistik untuk tidak mengabaikan standar keselamatan demi alasan efisiensi biaya.
“Saya minta perhatian kepada mitra, jangan karena ingin bayar murah, lalu asal mengambil sopir cabutan,” tegasnya.
BGN menegaskan bahwa SOP terkait sopir pengantar MBG bersifat wajib dan harus dipatuhi oleh seluruh SPPG di Indonesia. Apabila prosedur tersebut diabaikan dan mengakibatkan insiden fatal, konsekuensinya tidak hanya ditanggung oleh sopir semata.
Operasional SPPG dapat dikenakan sanksi berupa penghentian sementara atau suspend dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Bahkan, Kepala SPPG yang terbukti lalai dalam menjalankan dan mengawasi SOP dapat diberhentikan dari jabatannya.
Dengan pengetatan SOP ini, BGN berharap Program Makan Bergizi Gratis dapat terus berjalan secara optimal, aman, dan memberikan manfaat maksimal bagi peserta didik tanpa mengorbankan keselamatan di lingkungan sekolah.
0 Komentar