>>>KPK menelusuri dugaan pemerasan oleh Kajari HSU terhadap pejabat daerah. OTT dilakukan, tersangka ditahan dan DPO diterbitkan untuk Kasi Datun yang buron.<<<
JAKARTA, ERKAEL NEWS --- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat daerah, termasuk kepala dinas dan direktur rumah sakit umum daerah (RSUD).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan dugaan itu terungkap dari hasil penyidikan setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar lembaga antirasuah pada 18 Desember 2025 di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Menurut Asep, modus yang digunakan Albertinus adalah mengancam akan memproses laporan hukum terhadap pejabat tertentu jika mereka tidak memenuhi permintaan yang disampaikan. Ancaman itu khususnya terkait laporan pengaduan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap instansi yang bersangkutan.
“Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.
Asep merinci beberapa pejabat yang diduga menjadi sasaran pemerasan, yakni Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman, Kepala Dinas Kesehatan Yandi, serta direktur RSUD setempat. Uang itu diduga diminta dengan dalih agar laporan hukum terhadap instansi mereka tidak diproses.
OTT tersebut merupakan operasi tangkap tangan kesebelas yang dilakukan KPK sepanjang tahun 2025. Dalam kejadian ini, enam orang diamankan, termasuk Albertinus dan Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, Asis Budianto. Penyidik juga mengamankan sejumlah uang yang diduga berkaitan dengan dugaan pemerasan.
Pada 20 Desember 2025, KPK secara resmi menetapkan tiga pejabat Kejari HSU sebagai tersangka perkara pemerasan dalam proses penegakan hukum. Ketiganya adalah Albertinus, Asis Budianto, dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi.
Namun hingga saat ini, hanya Albertinus dan Asis Budianto yang ditahan. Tri Taruna masih melarikan diri, sehingga KPK menyatakan akan menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk tersangka yang buron tersebut.
Dalam penanganan perkara ini, KPK juga menelusuri nilai uang yang mengalir dari dugaan pemerasan dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Albertinus. Indikasi penerimaan dana mencapai ratusan juta hingga lebih dari satu miliar rupiah.
Modus yang digunakan termasuk permintaan uang melalui perantara kepada sejumlah pejabat OPD. Dugaan aliran uang kepada Albertinus diduga berasal dari Kepala Dinas Pendidikan dan Direktur RSUD yang memberikan sejumlah uang melalui perantara.
Pakar hukum menilai, jika terbukti, tindakan itu bukan hanya merupakan pelanggaran etik, tetapi juga termasuk tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang, karena penggunaan ancaman proses hukum untuk keuntungan pribadi merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
KPK menegaskan akan terus mengembangkan penyidikan untuk memastikan apakah ada pihak lain yang terlibat dalam jaringan pemerasan ini, termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat lain atau aliran dana tambahan yang belum terungkap.
Kasus pemerasan di lingkungan kejaksaan ini memunculkan perhatian publik karena menyangkut integritas penegakan hukum. Dugaan pemerasan yang melibatkan pejabat tinggi di institusi hukum dipandang sebagai ancaman terhadap prinsip keadilan dan kepastian hukum yang semestinya dijunjung tinggi oleh aparat penegak hukum sendiri.
KPK juga mengimbau masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan tersangka buron untuk segera melapor ke pihak berwenang. Penyelidikan terhadap kasus ini masih berjalan dan diprioritaskan untuk memastikan tidak ada celah dalam proses penegakan hukum di wilayah tersebut.

