Ad
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel



RAMALLAH, ERKAEL NEWS --- Tuduhan pembersihan etnis kembali mencuat terhadap pemerintah Israel setelah sejumlah laporan internasional menyebutkan lebih dari 44.000 warga Palestina telah dipaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Peristiwa ini dikecam oleh pejabat lokal, kelompok hak asasi manusia, dan pengamat internasional sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter.

Menurut laporan yang dirilis media internasional Middle East Monitor, langkah tersebut terjadi dalam konteks operasi militer yang dikenal sebagai “Operasi Iron Wall” yang telah berlangsung sejak Januari 2024. Dalam operasi tersebut, pasukan Israel melakukan pengosongan beberapa kamp pengungsian dan komunitas di wilayah Jenin dan Tulkarm.

Lebih dari 22.000 warga di sekitar Jenin dan 22.000 lainnya di Tulkarm serta kamp Nur Al‑Shams tercatat telah dipindahkan paksa dari rumah masing-masing. Laporan itu menggambarkan bangunan‑bangunan tempat tinggal diratakan, infrastruktur penting rusak parah, dan banyak warga hidup dalam ketidakpastian tanpa akses kembali ke tempat tinggal mereka. 

Gubernur Jenin, Abu al‑Rub, dalam wawancara dengan media Israel mengatakan bahwa sekitar 800 gedung, hampir 40 persen bangunan di kamp itu telah hancur, menyebabkan ribuan keluarga hidup dalam kondisi tidak pasti selama berbulan‑bulan. 

“Ribuan keluarga hidup dalam ketidakpastian total, tersebar di desa dan kota lain, tanpa kemungkinan kembali ke rumah mereka,” ujar Abu al‑Rub kepada Haaretz.

Pemerintah Israel sendiri menyatakan bahwa operasi militer tersebut bertujuan untuk menanggulangi apa yang disebutnya sebagai “infrastruktur teror” di wilayah tersebut. Namun, pernyataan ini dibantah keras oleh pejabat lokal dan organisasi bantuan, yang menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk rekayasa demografis untuk mengubah kondisi penduduk Tepi Barat secara permanen.

Direktur UNRWA untuk Tepi Barat, Roland Friedrich, menegaskan bahwa kerusakan hampir setengah dari semua rumah di kamp Nur Al‑Shams membuat kembalinya warga secara sukarela hampir mustahil tanpa rekonstruksi besar‑besaran.

Pengamat hak asasi manusia juga memperingatkan bahwa pola tindakan seperti ini bisa digolongkan sebagai etnisasi paksa penduduk sipil, yang bertentangan dengan Konvensi Jenewa dan hukum internasional lainnya yang melarang pemindahan paksa warga sipil di wilayah yang diduduki.

Kondisi di Tepi Barat mencerminkan eskalasi konflik yang lebih luas antara Israel dan warga Palestina. Hak asasi internasional telah berkali‑kali mengkritik penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap warga sipil, dan banyak pihak menyerukan penyelidikan independen oleh badan internasional untuk menilai apakah tindakan tersebut memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kelompok‑kelompok hak asasi memperingatkan bahwa tanpa intervensi diplomatik yang serius dan akses bantuan kemanusiaan yang memadai, dampak jangka panjang dari pengusiran massal ini akan menimbulkan krisis kemanusiaan yang jauh lebih besar di wilayah tersebut

Komunitas internasional terus memantau situasi di Tepi Barat dan menyerukan penegakan hukum internasional untuk melindungi hak‑hak penduduk sipil yang terdampak konflik sengit ini.

Baca Juga
Berita Terbaru
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
  • Krisis Kemanusiaan Tepi Barat: 44.000 Warga Palestina Mengungsi akibat Operasi Militer Israel
Posting Komentar
Ad
Ad
Tutup Iklan
Ad